MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DASAR HUKUM LKM UU NO 1 TAHUN 2013 TENTANG LKM
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
PASAL DIDALAM LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
Makalah ini
dipresentasikan untuk Mata Kuliah Lembaga Keuangan Mikro pada Program Studi
Hukum EkonominSyariah
DISUSUN OLEH
REFIANA RESTYANINGSIH
NIM 2017.125.140
SITI FATIMAH
2017.125.142
DOSEN PENGAMPUH
LINZIATUL MAULA S.Pd.I., M.Si
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
NUSANTARA BATANGHARI
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt atas rahmat,
kesehatan, pencerahanNya. Makalah ini alhamdulilah dapat saya selesaikan
meskipun masih banyak kekurangan kami.
Tanpa pertolongan dan kasih sayangNya, bisa saja saya tidak bisa menyelesaikan
tugas ini dengan baik. Sholawat beriringkan salam selalu tercurah kepada
baginda Rasullah saw yang akan
memberikan syafaat kepada kita kaumnya.
ilaa yaumil akhir. Ucapan terimakasih pula kepada teman teman yang telah
memberi saran dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai tugas dari
program belajar aktif oleh dosen pengajar mata kuliah “lembaga keuangan mikro”
membahas tentang “pasal-pasal didalam LKM”. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karna itu saya menerima
segala saran dan kritik yang membangun agar saya dapat memperbaiki makalah ini,
dan kedepanya lebih baik lagi.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat dan memberi tambahan
pengetahuan bagi pembaca.
Senin, 22 Oktober 2019
Pemakalah
Daftar isi
PENDAHULUAN
Dalam upaya mendorong pemberdayaan
masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan usaha
mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diperlukan dukungan yang komprehensif dari
lembaga keuangan. Selama ini UMKM terkendala akses pendanaan ke lembaga
keuangan formal. Untuk mengatasi kendala tersebut, di masyarakat telah tumbuh
dan berkembang banyak lembaga keuangan non-bank yang melakukan kegiatan usaha
jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik yang didirikan
pemerintah atau masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan sebutan lembaga keuangan mikro
(LKM). Tetapi LKM tersebut banyak yang belum berbadan hukum dan memiliki izin
usaha. Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat atas operasionalisasi
LKM, pada 8 Januari 2013 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro.
1. Pengertian
Lembaga Keuangan Mikro
2. Tujuan
Penyusunan UU no. 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
3. Dan
pasal-pasal didalam Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga
keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha
skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun
pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari
keuntungan. Tujuan pendirian LKM diatas terutama untuk membantu masyarakat
miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
1.
Mempermudah akses masyarakat miskin dan atau
berpenghasilan rendah untuk memperoleh Pinjaman / Pembiayaan mikro.
2.
Memberdayakan ekonomi dan produktivitas
masyarakat miskin dan atau berpenghasilan rendah; dan
3.
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat miskin dan atau berpenghasilan rendah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro disahkan Presiden Dr. H. Susilo
Bambang Yudhoyono pada tanggal 8 Januari 2013 di Jakarta. UU 1 tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro diundangkan oleh Menkumham Amir Syamsudin pada
hari itu juga dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 12. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5394. Agar seluruh masyarakat mengetahuinya.
·
Pasal 1 Ketentuan umum, dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya
disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan
jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan
simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak
semata-mata mencari keuntungan.
2.
Simpanan adalah dana yang dipercayakan
oleh masyarakat kepada LKM dalam bentuk tabungan dan atau deposito berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana.
3.
Pinjaman adalah penyediaan dana oleh LKM
kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan diperjanjikan.
4.
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh
LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan
dengan prinsip syariah.
5.
Penyimpanan adalah pihak yang menempatkan
dananya pada LKM berdasarkan perjanjian.
6.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati
atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
8.
Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas
Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
·
Pasal 2 Asas dan tujuan Lembaga Keuangan Mikro
berazaskan:
1. Keadilan
2. Kebersamaan
3. Kemandirian
4. Kemudahan
5. Keterbukaan
6. Pemerataan
7. Keberlanjutan
8. kedayagunaan
dan kehasilgunaan.
·
Pasal 3 LKM bertujuan untuk:
1. meningkatkan
akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat.
2. membantu
peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat.
3. membantu
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin
dan atau berpenghasilan rendah.
·
Pasal 4 Pendirian, Kepemilikan, dan Perizinan
Pendirian LKM paling sedikit harus memenuhi
persyaratan:
1. bentuk
badan hukum
2. permodalan
dan
3. mendapat
izin usaha yang tata caranya diatur dalam Undang-Undang ini.
·
Pasal 5
1. Bentuk
badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a adalah:
a. Koperasi;
atau
b. Perseroan
Terbatas.
2. Perseroan
Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sahamnya paling sedikit
60% (enam puluh persen) dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota atau
badan usaha milik desa/kelurahan.
3. Sisa
kepemilikan saham Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dimiliki oleh:
a. warga
negara Indonesia; dan/atau
b. koperasi
4. Kepemilikan
setiap warga negara Indonesia atas saham Perseroan Terbatas sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a paling banyak sebesar 20% (dua puluh persen).
·
Pasal 6
LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun
tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau
seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing.
·
Pasal 7
1. Sumber
permodalan LKM disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan badan hukumnya.
2. Ketentuan
mengenai besaran modal LKM diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 8 Kepemilikan.
LKM hanya dapat dimiliki oleh:
1. warga
negara Indonesia;
2. badan
usaha milik desa/kelurahan;
3. Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
4. koperasi.
·
Pasal 9 Perizinan
1. Sebelum
menjalankan kegiatan usaha, LKM harus memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Untuk
memperoleh izin usaha LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipenuhi
persyaratan paling sedikit mengenai:
a. susunan
organisasi dan kepengurusan;
b. permodalan;
c. kepemilikan;
dan
d. kelayakan
rencana kerja.
·
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai permodalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, kepemilikan LKM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, dan tata cara perizinan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 11 Kegiatan Usaha Dan Cakupan
Wilayah Usaha
1. Kegiatan
usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik
melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan
masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha.
2. Ketentuan
mengenai suku bunga Pinjaman atau imbal hasil Pembiayaan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
·
Pasal 12
1. Penyaluran
Pinjaman atau Pembiayaan dan pengelolaan Simpanan oleh LKM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah.
2. Kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional,
Majelis Ulama Indonesia.
·
Pasal 13
1. Untuk
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (2), LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah.
2. Dewan
pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat
dan saran kepada direksi atau pengurus serta mengawasi kegiatan LKM agar sesuai
dengan prinsip syariah.
·
Pasal 14
Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang:
1. menerima
Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
2. melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing;
3. melakukan
usaha perasuransian sebagai penanggung;
4. bertindak
sebagai penjamin;
5. memberi
pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi
kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama; dan
6. melakukan
usaha di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
·
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha
LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 14 diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 16 Cakupan Wilayah Usaha
1. Cakupan
wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu wilayah desa / kelurahan, kecamatan,
atau kabupaten / kota.
2. Luas
cakupan wilayah usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan
skala usaha LKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
·
Pasal 17
Dalam hal terjadi pemekaran wilayah:
1. Pinjaman
atau Pembiayaan yang telah disalurkan LKM di luar wilayah usahanya tetap dapat
dilanjutkan sampai dengan jangka waktu Pinjaman atau Pembiayaan berakhir; dan
2. Simpanan
yang telah diterima LKM dari Penyimpan di luar wilayah usahanya tetap dapat
dilanjutkan sampai dengan penutupan Simpanan.
·
Pasal 18
LKM yang tempat kedudukan dan cakupan wilayah
usahanya mengalami perubahan sebagai akibat dari pemekaran wilayah harus
memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 19 Penjaminan Simpanan
1. Untuk
menjamin Simpanan masyarakat pada LKM, Pemerintah Daerah dan/atau LKM dapat
membentuk lembaga penjamin simpanan LKM.
2. Dalam hal
diperlukan, Pemerintah bersama Pemerintah Daerah dan LKM dapat mendirikan
lembaga penjamin simpanan LKM.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
·
Pasal 20 Informasi
Pengurus LKM dapat melakukan tukar-menukar
informasi dan data mengenai penerima Pinjaman atau Pembiayaan dengan LKM lain.
·
Pasal 21
1. Anggota
dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, pegawai, dan pihak
terafiliasi LKM wajib merahasiakan informasi Penyimpan dan Simpanan.
2. Kewajiban
merahasiakan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam
hal informasi Penyimpan dan Simpanan untuk:
a. kepentingan
perpajakan;
b. kepentingan
peradilan dalam perkara pidana;
c. kepentingan
peradilan dalam perkara perdata; atau
d. hal lain
yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
e. Anggota
direksi atau pengurus, dan pegawai LKM wajib memberikan informasi Penyimpan dan
Simpanan untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
f. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara untuk memperoleh informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 22 Penggabungan, Peleburan, dan
Pembubaran
1. LKM dapat
melakukan penggabungan atau peleburan dengan 1 (satu) atau lebih LKM lainnya
dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan LKM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 23
1. Dalam hal
LKM mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas yang membahayakan
keberlangsungan usahanya, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan agar:
a. pemegang
saham atau anggota koperasi menambah modal;
b. pemegang
saham mengganti dewan komisaris atau pengawas dan/atau direksi atau pengurus
LKM;
c. LKM
menghapusbukukan Pinjaman atau Pembiayaan yang macet dan memperhitungkan
kerugian LKM dengan modalnya;
d. LKM
melakukan penggabungan atau peleburan dengan LKM lain;
e. kepemilikan
LKM dialihkan kepada pihak lain yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f. LKM
menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan LKM kepada pihak lain;
atau
g. LKM
menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban LKM kepada LKM atau
pihak lain.
2. Dalam hal
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum cukup untuk mengatasi
kesulitan likuiditas dan solvabilitas LKM, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin
usaha LKM dan memerintahkan direksi atau pengurus LKM untuk segera
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, Rapat Anggota atau rapat sejenis
guna membubarkan badan hukum LKM dan membentuk tim likuidasi.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembubaran LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 24 Perlindungan Pengguna Jasa LKM
Untuk kepentingan pengguna jasa, LKM harus
menyediakan informasi terbuka kepada masyarakat paling sedikit mengenai:
1. wewenang
dan tanggung jawab pengurus LKM;
2. ketentuan
dan persyaratan yang perlu diketahui oleh Penyimpan dan Peminjam; dan
3. kemungkinan
timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi LKM dengan pihak lain.
·
Pasal 25
Untuk perlindungan Penyimpan dan masyarakat,
Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian
Penyimpan dan masyarakat yang meliputi:
1. memberikan
informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik dan kegiatan usaha
LKM;
2. meminta
LKM untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi
merugikan masyarakat; dan
3. tindakan
lain yang dianggap perlu sesuai dengan Undang-Undang ini.
·
Pasal 26
Otoritas Jasa Keuangan melakukan pelayanan
pengaduan Penyimpan yang meliputi:
1.
menyiapkan perangkat untuk pelayanan
pengaduan Penyimpan yang dirugikan oleh LKM;
2.
membuat mekanisme pengaduan Penyimpan
yang dirugikan oleh LKM; dan
3.
memfasilitasi penyelesaian pengaduan
Penyimpan yang dirugikan oleh LKM.
·
Pasal 27 Transformasi LKM
LKM wajib bertransformasi menjadi bank jika:
1. LKM
melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota tempat
kedudukan LKM; atau
2. LKM telah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 28 Pembinaan, Pengaturan, dan
Pengawasan
1. Pembinaan,
pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
2. Dalam
melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan
melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi
dan Kementerian Dalam Negeri.
3. Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4. Dalam hal
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum siap, Otoritas Jasa Keuangan dapat
mendelegasikan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada pihak lain yang ditunjuk.
5. Ketentuan
mengenai hal yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan yang didelegasikan
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 29
1. LKM wajib
melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan yang berlaku.
2. Dalam
melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), direksi atau pengurus LKM dilarang:
a. membuat
pencatatan palsu dalam pembukuan dan/atau laporan keuangan tanpa didukung
dengan dokumen yang sah;
b. menghilangkan
atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha,
laporan keuangan, atau rekening LKM; dan
c. mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan suatu pencatatan
dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha;
·
Pasal 30
1. LKM wajib
menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan:
a. laporan
keuangan setiap 4 (empat) bulan; dan/atau
b. laporan
lain yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
c. LKM wajib
mengumumkan laporan keuangan dalam rangka menerapkan prinsip keterbukaan.
·
Pasal 31
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan
pemeriksaan terhadap LKM.
·
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan,
pengaturan, dan pengawasan LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai
dengan Pasal 31 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
·
Pasal 33 Sanksi Asministratif
1. Setiap
LKM yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 8, Pasal
11, Pasal 12 ayat (2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 18, Pasal 24, Pasal
27, Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 30 dikenai sanksi administratif berupa;
a. denda
uang;
b. peringatan
tertulis;
c. pembekuan
kegiatan usaha;
d. pemberhentian
direksi atau pengurus LKM dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti
sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi
mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; atau
e. pencabutan
izin usaha.
2. Pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tingkat
pelanggaran yang dilakukan.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
·
Pasal 34 Ketentuan Pidana
1. Setiap
orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
2. Dalam hal
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang
berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, maka penuntutan terhadap
badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah
melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan
itu atau terhadap kedua-duanya.
·
Pasal 35
1. Setiap
orang yang dengan sengaja memaksa LKM untuk memberikan informasi Penyimpan dan
Simpanan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3
(tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Anggota
dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, pegawai, dan pihak
terafiliasi LKM yang dengan sengaja memberikan informasi yang wajib
dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
·
Pasal 36
Anggota direksi atau pengurus, atau pegawai LKM
yang dengan sengaja tidak memberikan informasi yang wajib dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
·
Pasal 37
1. Setiap
direksi atau pengurus LKM yang:
a. membuat
pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan keuangan dan/atau tanpa didukung
dengan dokumen yang sah;
b. menghilangkan
atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha,
laporan keuangan, atau rekening LKM; dan
c. mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, dan/atau menghilangkan suatu pencatatan
dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, dan dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Anggota
dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, dan/atau pegawai LKM yang
dengan sengaja:
a. meminta
atau menerima suatu imbalan, baik berupa uang maupun barang untuk keuntungan
pribadi atau keluarganya:
1. dalam
rangka orang lain mendapatkan uang muka atau fasilitas Pinjaman atau Pembiayaan
dari LKM;
2. dalam
rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana
yang melebihi batas Pinjaman atau Pembiayaan pada LKM;
b. tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM
terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi LKM dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
·
Pasal 38
Pemegang saham atau pemilik LKM yang dengan sengaja menyuruh dewan
komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, anggota koperasi, atau pegawai
LKM untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan LKM tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap
ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi LKM, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
·
Pasal 39 Ketentuan Peralihan
1. Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank
Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha
Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi
Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul
Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan
dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini berlaku.
2. Lembaga-lembaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas
Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
berlaku.
3. Lembaga
Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada
sebelum Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaaannya berdasarkan
hukum adat dan tidak tunduk pada Undang-Undang ini.
·
Pasal 40
1. Otoritas
Jasa Keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi, dan
Kementerian Dalam Negeri harus melakukan inventarisasi LKM yang belum berbadan
hukum.
2. Inventarisasi
LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lambat 2 (dua)
tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.
3. Dalam
melakukan inventarisasi LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Otoritas Jasa
Keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi, dan Kementerian
Dalam Negeri dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki infrastruktur
memadai.
·
Pasal 41
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini
harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
·
Pasal 42
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Tujuan Penyusunan UU Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro bertujuan untuk:
1. Mempermudah
akses masyarakat miskin dan atau berpenghasilan rendah untuk memperoleh
Pinjaman / Pembiayaan mikro.
2. Memberdayakan
ekonomi dan produktivitas masyarakat miskin dan atau berpenghasilan rendah; dan
3. Meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin dan atau berpenghasilan rendah.
Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat untuk saya dan pembaca. Saya
sadar masih banyak yang perlu diperbaiki dalam makalah ini. Maka dari itu saya
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar kedepannya lebih baik lagi.
Komentar
Posting Komentar